KH. Ahmad Dahlan
Nama kecil
KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad
Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang
keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan
yang kedua belas dari Maulana
Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.[1]Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul
Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen),
Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan,
Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman,
KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).[2]
Pada umur 15
tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama
lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan
pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridhadan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua
tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepadaSyeh Ahmad
Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim
Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di
kampung Kauman,
Yogyakarta.
Sepulang
dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang
kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad
Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro,
Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.[1] Disamping
itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la
juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan
juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan
Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai
Yasin Pakualaman Yogyakarta.
KH. Ahmad
Dahlan adalah Seorang pemuda usia 21 tahun yang gelisah atas
pelaksanaan syariat Islam yang melenceng ke arah sesat, Syirik dan Bid'ah.
Dengan
sebuah kompas, dia menunjukkan arah kiblat di Masjid Besar
Kauman yang selama ini diyakini ke barat ternyata bukan
menghadap ke Ka'bah di Mekah, melainkan ke Afrika. Usul itu
kontan membuat para kiai, termasuk penghulu Masjid Agung Kauman, Kyai Penghulu
Cholil Kamaludiningrat (Slamet Rahardjo), meradang.
Ahmad Dahlan, anak muda yang lima tahun menimba ilmu di Kota Mekah, dianggap
membangkang aturan yang sudah berjalan selama berabad-abad lampau.
Walaupun
usul perubahan arah kiblat ini ditolak, melalui suraunya Ahmad Dahlan (Lukman Sardi) mengawali
pergerakan dengan mengubah arah kiblat yang salah.
Ahmad Dahlan dianggap mengajarkan aliran sesat, menghasut dan merusak
kewibawaan Keraton dan
Masjid Besar.
Bukan sekali
ini Ahmad Dahlan membuat para kyai naik darah. Dalam khotbah pertamanya sebagai
khatib, dia menyindir kebiasaan penduduk di kampungnya, Kampung Kauman, Yogyakarta. "Dalam berdoa itu cuma ikhlas dan sabar yang
dibutuhkan, tak perlu kiai, ketip, apalagi sesajen," katanya. Walhasil,
Dahlan dimusuhi.
Langgar
kidul di samping rumahnya, tempat dia salat berjemaah dan mengajar mengaji,
bahkan sempat hancur diamuk massa lantaran dianggap menyebarkan aliran sesat[3].
Dahlan, yang
piawai bermain biola, dianggap kontroversial. Ahmad Dahlan juga di tuduh
sebagai kyai Kafir karena membuka sekolah yang menempatkan muridnya duduk di
kursi seperti sekolah modern Belanda, serta mengajar agama Islam di Kweekschool atau sekolah
para bangsawan di Jetis, Yogyakarta.
Ahmad Dahlan
juga dituduh sebagai kyai Kejawen hanya karena dekat dengan lingkungan
cendekiawan priyayi Jawa di Budi Utomo. Tapi
tuduhan tersebut tidak membuat pemuda Kauman itu surut.
Dengan ditemani isteri tercinta, Siti Walidah (Zaskia Adya Mecca) dan lima
murid murid setianya : Sudja (Giring Ganesha), Sangidu (Ricky Perdana), Fahrudin
(Mario Irwinsyah), Hisyam (Dennis Adhiswara) dan Dirjo
(Abdurrahman Arif), Ahmad Dahlan membentuk organisasi Muhammadiyah dengan
tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan
zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar